BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ikan bandeng
merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama dibudidayakan oleh petani
tambak indonesia (Pirzan et al., 1989). Ikan ini juga merupakan jenis ikan
ekonomis penting di sulawesi selatan karena terdapat digunakan sebagai sumber
protein hewani yang relatif murah (Aslianti, 1995).
Di indonesia
ada waktu tertentu dimana produksi bibit ikan bandeng sangat melimpah tetapi
dari segi kualitas, kesehatan dan ukuran sangat bervariasi. Untuk itu perlu
usaha penampungan bibit ikan tersebut yang sekaligus menjamin usaha budidayanya
yang berkesinambungan melalui usaha pembantutan (sutting)sebelum dibudidayakan
di tambak. (Bombeo- Tuburan, 1988).
Dalam proses pembantutan tersebut
terdapat sejumlah mekanisme fisiologis tubuh yang mengalami perubahan-perubahan
pola tertentu diantaranya tingkat konsumsi oksigen. Adanya hubungan antara
konsumsi oksigen dan berat badan ikan telah dilakukan pada larva Pagrus major (Oikawa et al., 1991), akan
tetapi pada benih ikan bandeng yang dibantut hingga saat ini belum pernah
dilakukan. Aplikasi penelitian ini berguna untuk menetapkan hingga umur berapa
sebenarnya benih ikan bandenga itu efektif untuk di bantut sehubungan dengan
pola konsumsi oksigennya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.1 Bagaimana cara
proses pembantutan pada ikan bandeng?
1.2 Adakah
hubungannya antara konsumsi oksigen dengan bobot badan ikan?
1.3 Bagaimana dalam
peningkatan dan penuruanan oksigen?
C.
TUJUAN
1.1 Untuk
mengetahui cara proses pembantutan pada ikan bandeng
1.2 Untuk
mengetahui tentang hubungan antara konsumsi oksigen dengan bobot badan ikan
bandeng
1.3 Untuk
mengetahui bagimana cara dalam peningkatan dan penuruanan oksigen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan
bandeng dikenal sebagai ikan petualang yang suka merantau. Ikan bandeng ini
mempunyai bentuk tubuh langsing mirip terpedo, dengan moncong agak runcing,
ekor bercabang dan sisiknya halus. Warnanya putih gemerlapan seperti perak pada
tubuh bagian bawah dan agak gelap pada punggungnya (Mudjiman, 1998). Menurut
Soeseno (1988) klasifikasi dari ikan bandeng adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub phylum : Craniata
Class : Teleostei
Sub class : Actinopterigi
Ordo : Malacopterigi
Sub ordo : Clupeidae
Family : Chanidae
Genus : Chanos Lacepede
Spesies : Chanos chanos
Ciri umum ikan bandeng
adalah tubuh memanjang agak gepeng, mata tertutup lapisan lemak (adipase
eyelid), pangkal sirip punggung dan dubur tertutup sisik, tipe sisik cycloid
lunak, warna hitam kehijauan dan keperakan bagian sisi, terdapat sisik tambahan
yang besar pada sirip dada dan sirip perut. Bandeng jantan memiliki ciri-ciri
warna sisik tubuh cerah dan mengkilap keperakan serta memiliki dua lubang kecil
di bagian anus yang tampak jelas pada jantan dewasa (Hadie, 2000).
2.2 Habitat Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan bandeng hidup di
Samudra Hindia dan menyeberanginya sampai Samudra Pasifik, mereka cenderung
bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan koral. Ikan yang muda dan
baru menetas hidup di laut untuk 2 - 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa
bakau, daerah payau, dan kadangkala danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut
kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak (Anonim, 2009).
Penyebaran ikan bandeng ini yaitu meliputi seluruh perairan Indonesia utamanya di daerah Jawa dan Sulawesi Selatan serta beberapa perairan payau dan perairan tawar yaitu pada daerah Sumatera Barat, DKI dan DIY. Propinsi Jawa Timur Tahun 2000 tambak Jawa Timur tercatat seluas 53.423 ha atau 15% dari luas tambak di tanah air (Anonim, 2002).
Penyebaran ikan bandeng ini yaitu meliputi seluruh perairan Indonesia utamanya di daerah Jawa dan Sulawesi Selatan serta beberapa perairan payau dan perairan tawar yaitu pada daerah Sumatera Barat, DKI dan DIY. Propinsi Jawa Timur Tahun 2000 tambak Jawa Timur tercatat seluas 53.423 ha atau 15% dari luas tambak di tanah air (Anonim, 2002).
2.3 Reproduksi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Setelah induk ikan bandeng
telah matang gonad. Tahap selanjutnya yaitu pemijahan induk ikan bandeng.
Pemijahan ikan bandeng secara alami terjadi didaerah pantai yang jernih dengan
kedalaman 40-50 meter, dan ombak yang sedikit beriak karena sifat telurnya yang
melayang (Ahmad, 1998).
Pemijahan bandeng
berlangsung parsial, yaitu telur matang dikeluarkan sedangkan yang belum matang
terus berkembang didalam tubuh untuk pemijahan berikutnya. Dalam setahun, 1
ekor induk bandeng dapat memijah lebih dari satu kali.. Jumlah telur yang
dihasilkan dalam satu kali pemijahan berkisar antara 300.000-1.000.000 butir
telur (Murtidjo, 1989).
Menurut Mudjiman (1983),
pemijahan alami berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil yang tersebar
disekitar gosong karang atau perairan yang jernih dan dangkal disekitar pulau
pada bulan maret, mei, dan September sampai januari. Bandeng memijah pada
tengah malam sampai menjelang pagi. Sedangkan pemijahan buatan dapat dilakukan
melalui rangsangan hormonal. Hormon yang diberikan dapat berbentuk cair atau
padat. Hormone bentuk padat diberikan setiap bulan, sedangkan hormone bentuk
cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad. Induk
bandeng akan memijah setelah 2– 15 kali implantasi tergantung pada tingkat
kematangan gonad. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter
lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat 3 dapat
dipercepat dengan menyuntikkan hormoneLHR H -a pada dosis 30– 50 mikro gram/kg
berat tubuh atau dengan hormoneHC G pada dosis 5000-10.000 IU/kg berat tubuh
(Murtidjo, 1989).
Indikator bandeng memijah
adalah bandeng jantan dan bandeng betina berenang beriringan dengan posisi
jantan dibelakang betina. Pemijahan lebih sering terjadi pada pasang rendah dan
fase bulan seperempat. Menurut Ahmad (1998), dalam siklus hidupnya, bandeng
berpindah dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya mulai dari laut sampai ke
sungai dan bahkan danau. Hal ini disebabkan karena bandeng memiliki kisaran
adaptasi yang tinggi terhadap salinitas.
2.5 Kualitas Air
a. Suhu
Salah satu indikator untuk
mengetahui kualitas air adalah suhu. Suhu air sangat berkaitan erat dengan
konsentrasi jenuh oksigen terlarut dalam air dan laju konsumsi oksigen hewan
air. Suhu air optimal bagi ikan bandeng terletak antara 26 ºC – 33 ºC. Pada
suhu 18º C – 25 ºC, ikan bandeng masih dapat bertahan hidup, tetapi nafsu
makannya mulai menurun. Suhu air 12 ºC – 18 ºC mulai berbahaya bagi ikan,
sedangkan pada suhu air di bawah 12 ºC ikan bandeng mati kedinginan (Ahmad,
1998).
b. Salinitas
Ikan bandeng mampu
menyesuaikan diri terhadap salinitas air, sehingga dapat hidup di air tawar
(salinitas antara 0 – 5 ppt) maupun air asin (salinitas > 30 ppt). Namun
karena ikan bandeng dibudidayakan untuk tujuan komersial maka rentan salinitas
optimal perlu dipertahankan. Pada rentan salinitas optimal (20 – 25 ppt),
ganggang-ganggang dasar (klekap) yang menjadi makanan alami bagi ikan bandeng
dapat tumbuh dengan baik, sehingga dapat mengurangi biaya pembelian pakan
(Alie, 1988)
c. pH
Mutu air tambak juga harus
alkalis (pH berkisar antara 7,5 – 8,7). pH merupakan indikator baik buruknya
lingkungan air, sehingga angka pH ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran
tentang daya produksi potensial air itu akan mineral, yang menjadi pokok
pangkal segala macam hasil perairan itu. Air yang agak basa misalnya, dapat
lebih cepat mendorong proses pembongkaran bahan organik menjadi garam mineral,
yang akan diserap sebagai bahan makanan oleh tumbuh-tumbuhan renik di dalam
air, yang merupakan makanan alami bagi ikan bandeng. Sebaliknya bila air itu
asam (pH air rendah), maka daya produksi potensialnya tidak begitu baik
(Taufik, 1999).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
BAHAN DAN METODE
Pemeliharaan Hewan Uji
Ikan
uji yng digunakan adalah benih ikan bandeng yang berumur 20, 30 dan 40 hari
setelah menetas sebanyak 300 ekor di pelihara dalam akuarium dengan menggunakan
air yang bersalinitas 39 ppt. Pakan yang digunakan pada penelitian ini ialah
pakan coomfeed nomor LA 7K dengan kandungan prorein 16,94%, lemak 0,88% dan air
7,66%.
Prosedur Penelitian
Benih
ikan bandeng umur 20, 30 dan 40 hari dipelihara sebanyak 100 ekor untuk setiap
kelompok umur. Selanjutnya benih ikan bandeng mulai dibantut hingga berumur 25,
35 dan 45 hari. Pengukuran konsumsi oksigen dilakukan setiap hari sebanyak 3
kali ulangan dan pengukuran bobot badan basah dilakukan sekali sehari. Kemudian
pada saat benih bandeng berumur 26, 36 dan 46 hari perlakuan pembantutan dihentikan
dan benih bandeng mulai diberi pakan berumur 20, 30 dan 40 hari. Pengukuran
konsumsi oksigen dilakukan setiap hari sebanyak 3 kali ulangan dan pengukuran
bobot badan basah dilakukan sekali sehari. Untuk pengukuran kualitas air
dilakukan satu kali sehari. Parameter yang di ukur adalah salinitas dengan
menggunakan hard refraktometer, dengan menggunakan DO meter.
Konsumsi Oksigen dan bobot basah
Konsumsi
oksigen di ukur setiap hari dengan metode tertutup (Kurokuraet al., 1995)
sebagai berikut: mengisi bobot respirasi hingga penuh dan diusahan agar tidak
timbul gelembung udara, kemudian secara perlahan-lahan dimasukan 5 ekor benih
bandeng lalu botol ditutup rapat. Bagian pinggir botol respirasi diisolasi
untuk mencega terjadinya difusi oksigen dari luar. Benih ikan bandeng kemudian
diadaptasikan selama 10 menit. Air yang berasal dari botol respirasi ditampung
dalam botol sampel untuk mengukur konsumsi oksigen akhir ikan. Konsumsi oksigen
awal diperoleh dari pengukuran oksigen air yang menuju botol respirasi.
Konsumsi oksigen tanpa benih (test blank) juga diukur sebagai kontrol
penelitian setiap hari benih ikan bandeng di timbang dengan menggunakan
timbangan elektrik untuk memperoleh data bobot badan basah ikan bandeng
rata-rata. Data disajikan dalam µI O2 . mg bobot basah-1 jam
-1 dan µI O2 . ikan-1 jam -1 . selain iti diadakan
pengamatan tingkah laku selama penelitian.
Pengukuran Peubah
Laju
konsumsi oksigen ditentukan berdasarkan jumlah konsumsi oksigen yang diukur
pada awal dan akhir pengukuran, dihitung dengan menggunakan formula yang
dikemukakan oleh Djawad et al,. (1996). Laju pertumbuhan bobot benih ikan
bandeng dihitung dengan menggunakan rumus pertumbuhan harian spesifik yng
dikemukakan oleh Zonneveld et al,. (1991). Sintasas benih ikan bandeng selama
penelitian, dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Effendie
(1979).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Oksigen
Berdasarkan
pengamatan selama penelitian, konsumsi oksigen benih ikan bandeng yang dibantut
pada semua kelompok umur sisajikan dalam bentuk grafik (Gambar 1,2 dan 3).
Berdasarkan ketiga gambar tersebut di atas terlihat bahwa pada awal pelaparan
hari 0 sampai hari ke-1 terjadi peningkatan konsumsi oksigen pada semua
kelompok umur ikan yang diteliti. Hal ini kemungkinan di proses adaptasi
lingkungan dari aquarium ke botol respirator sehingga menyebabkan aktivitas
atau kecepatan renangnya juga meningkat. Kondisi ini sejalan dengan hasil
penelitiaan Schaeperculus (1933) dalam Hoar dan Randall (1969) yang melaporkan
bahwa konsumsi oksigen ikan tench (Tinca tinca) mengalami peningkatan sebanyak
3 kali setelah dilakukan pemindahan dari tambak ke tangki.
Pada
Tabel 1 memperlihatkan rata-rata tingkat konsumsi oksigen benih ikan bandeng
yang dilaparkan sedangkan Tabel 2 merupakan rata-rata tingkat konsumsi oksigen
pada awal pemberian pakan sampai akhir penelitian.
Tabel
1. Rata-rata Tingkat Konsumsi Oksigen
Benih Ikan Bandeng yang dilaparkan.
Umur (hari)
|
Konsumsi Oksigen (µL O2 /mg bobot basah /jam)
|
|||||
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
20
|
0,702
|
1, 179
|
1,556
|
1,786
|
1, 785
|
1,777
|
30
|
-
|
0,673
|
0,724
|
0,738
|
0,836
|
0,834
|
40
|
-
|
0,214
|
0,253
|
0,388
|
0,367
|
0,334
|
Tabel
2 rata-rata tingkat konsumsi oksigen benih ikan bandeng pada awal pemberian
pakan sampai akhir penelitian.
Umur (hari)
|
Konsumsi Oksigen (µL O2 /mg bobot basah /jam)
|
|||||
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
20
|
0,702
|
1, 179
|
1,556
|
1,786
|
1, 785
|
1,777
|
30
|
-
|
0,673
|
0,724
|
0,738
|
0,836
|
0,834
|
40
|
-
|
0,214
|
0,253
|
0,388
|
0,367
|
0,334
|
Dari tabel 1 terlihat bahwa pada
hari ke-1 sampai ke-3 terjadi penurunan konsumsi oksigen pada benih ikan
bandeng umur 30 dan 40 hari. Sedangkan pada benih umur 20 hari terjadi
penurunan konsumsi oksigen sampai hari ke-4. Penurunan konsumsi oksigen ini
disebabkan karena kondisi tubuh benih ikan bandeng yang semakin lemah akibatnya
kurangnya energi sehingga aktivitasnya menjadi lambat. Hal yang sama terjadi
pada borok trout yang mengalami penurunan konsumsi oksigen akibat berkurangnya
energi pada tiga hari pertama dari pelaparan (Arthur dalam Hoar dan Randall
1969).
Pada benih yang berumur 20 hari
terlihat adanya penurunan tingkat konsumsi oksigen secara terus menerus mulai
dari hari ke-1 sampai ke-4. Hal ini disebabkan karena rendahnya energi yang ada
di dalam tubuhnya akibat proses pelaparan. Jika dihubungkan dengan tingkat
metabolisme dimana ikan kecil memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi
dari pada ikan yang besar. Sehingga kebutuhan enrgi pada ikan kecil lebih besar
karena energi tersebut digunakan untuk pertumbuhan, ativitas dan pembentukan
jaringan baru. Hal ini sejalan dengan pernyataan Fujaya (1999) bahwa pada keadaan
cukup makan ikan akan mengkonsumsi makan hingga memenuhi kebutuhan energinya.
Pengamatan diatas sesuai pula dengan penelitian pada ikan mas dengan bobot 12
gr, tingkat metaboliknya sebesar 24,48 kkal dalam 24 jam/kg dari berat badan,
sedangkan pada ikan dengan bobot 600 gr. Hanya 7,79 kkal. (Schaeperculus 1933
dalam Hoar dan Randall, 1969).
Masih
dari tabel 1 terlihat bahwa pada benih berumur 30 hari dan 40 hari yang terjadi
peningkatan konsumsi pada benih berumur 30 hari dan 40 hari yang disebabkan
karena tingkah laku benih ikan yng mengalami stress. Kondisi ini dapat
dimungkinkan karena tekanan fisiologi benih berat atau serius atau di
bandingkan dengan kondisi ketika konsumsi oksigen mengangalami penurunan (Djawd
et al., 1982). Hal ini dapat juga terjadi terjadi karena pada saat ikan
dipuasakan akan terjadi penurunan karbohidrat dan lemak semakin rendah tetapi
penggunaan oksigen menjadi lebih meningkat (Anonim 1999).
Pada
hari ke-5 terjadi penurunan konsumsi oksigen pada benih umur 30 dan 40 hari.
Hal ini di mungkinkan karena tubuh ikan semakin lemah dan cadangan makanan
sudah berkurang atau habis akibatnya menjadi kematian bagi ikan tersebut pada
benih bandeng lebih dari 50%. Pada saat pelaparan ada masa dimana dalam tubuh
terjadi proses glikogenogenesis yang merupakan proses pembentukan glikogen dan
sebaliknya glikenolisis yang merupakan proses pemecahan glikogen menjadi bentuk
glukosa dalam sel, sehingga glukosa ini dapat digunakan sebagai cadangan
makanan yang menyebabkan konsumsi oksigen berflukturasi.
Dari tabel 2 terlihat bahwa setelah
dilakukan pemberian pakan pada ketiga kelompok umur benih, terjadi peningkatan
konsumsi oksigen yang sangat cepat diiringi dengan meningkatnya aktivitas
(kecepatan renang) dari ikan. Hal ini sesuai dengn penyataan Davis (1953) dalam
Hoar dan Randall (1969) yang telah melakukan penelitian terhadap kebutuhan
oksigen ikan air tawar setelah diberi pakan. Hasil penelitiannya menunjukan
bahwa peningkatan kebutuhan oksigen dapat terjadi akibat faktor pemberian pakan,
terkejut dan stree akibat perubahan lingkungan.
Peningkatan
konsumsi oksigen serta kecepatan renang secara terus menerus menyebabkan
kelelahan dan menimbulkan oxygen debt (utang oksigen).
Menurut Lockwood (1967) metabolisme makanan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju pemanfaatan oksigen
terlarut. Organisme yang aktif makan atau dalam keadaan kenyang akan
menggunakan oksigen terlarut yang lebih banyak dibandingkan dengan organisme
yang lapar pada sepesies danu ukuran yang sama.
Pada
benih berumur 20 dan 40 hari pada hari ke-8 dan ke-9 terjadi penurunan konsumsi
oksigen. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses oksigen debt akibat adanya
peningkatan konsumsi oksigen pada awal pemberian pakan. Oksigenbedt menggunakan
basal metabolisme (resting) dan adanya faktor adaptasi ikan terhadap pakan
sehingga konsumsi oksigennya menjadi stabil kembali.
Sementara
itu pada benih yang berumur30 hari terjadi penurunana konsumsi oksigen pada
hari ke-10. Hal initerjadi karena pada saat benih diberi pakan, peningkatan
konsimsi oksigen tidak terlalu tinggi. Gambar prafik menurun pada setiap
kelompok umur juga dimungkinkankarena bertambahnya bobot benih bandeng yang
dibantut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fujaya (1999) bahwa parubahan dari
berat badan menyebabkan perubahan tingkat konsumsi oksigennya sangat kecil.
Jika total konsumsi oksigen meningkat akibat meningkatnya ukur, maka
konsumsi oksigen per unit berat badan
akan menurun.
Pada
fase muda, jumlah O2 bb-1 jam-1 lebih besar
pemakaiannya dibandingkat dengan organisme yang lebih tua. Tingginya rata-rata
penggunaan oksigen pada organisme lebih muda ini sejalan dengan temuan imai (1974) yang menyatakan
bahwa laju konsumsi oksigen per unit berat spesimen adalah lebih tinggi pada
organisme yang lebih kecil dan spesimen yang lebih aktif.
Laju Pertumbuhan Bobot
Benih Bandeng
Hasil perhitungan laju pertumbuhan
Spesifik Harian (SGR) benih ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 3. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa SGRnya tidak memperlihatkan peningkatan yang berarti.
Hal ini disebabkan selain karena kualitas pakan yang rendah juga diduga sebagai
akibat dari hormon pertumbuhan dalam tubuh benih bandeng yang terbatas serta
singkatannya waktu pembantutan.
Hewan-hewan
yang diberi pakan kembali setelah sebelumnya dilaparkan atau diberi pakan yang
tidak cukup, secara perlahan-lahan akan mengalami peningkatan konsentrasi RNA
didalam jaringan. Kapasitas sintesia protein akan pulih kembali sejalan dengan
pemberian pakan yang cukup menghasilkan peningkatan aktivitas, sintesa protein,
pertumbuhan dan efisiensi konversi pakan (Jobling, 1994).
Tabel
3. Laju Pertumbuhan Spesifikasi Harian Benih Ikan Bandeng yang Dibantut
Umur
|
Pertumbuhan Spesifikasi Harian
|
20 hari
|
0,03% hari
|
30 hari
|
0,04% hari
|
40 hari
|
0,05% hari
|
Hal
ini sesuai dengan Hoar dan Randall (1979) bahwa jika ikan dibatasi pakannya
maka berat badannya menjadi berkurang dan setelah masa pelaparan selesai ,
pertambahan beratnya akan berlangsung dengan cepat. Sebai contoh dapat dilihat
pada penelitian yang telah dilakuakan oleh Bombeo-Tuburan (1988) tentang The
Effect of Stunting of Milk Fish yang mengalami kesimpulan bahwa ikan bandeng
yang dibantut mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan
bandeng yang tidak mengalami pembantutan. Penelitian yang mengemukakan
lambatnya pertumbuhan bobot sebagai akibat dari hormon pertumbuhan yang
terbatas juga terjadi pada penelitian pembantutan udang windu (Penaus monondon
Fab) (Mengampa et al., 1990).
BAB V
KESIMPULAN
Ikan
bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama dibudidayakan oleh
petani tambak indonesia (Pirzan et al., 1989). Ikan ini juga merupakan jenis
ikan ekonomis penting di sulawesi selatan karena terdapat digunakan sebagai
sumber protein hewani yang relatif murah (Aslianti, 1995).
Berdasarkan
ketiga gambar tersebut di atas terlihat bahwa pada awal pelaparan hari 0 sampai
hari ke-1 terjadi peningkatan konsumsi oksigen pada semua kelompok umur ikan
yang diteliti. Hal ini kemungkinan di proses adaptasi lingkungan dari aquarium
ke botol respirator sehingga menyebabkan aktivitas atau kecepatan renangnya
juga meningkat.
Pada
benih umur 20 hari terjadi penurunan konsumsi oksigen sampai hari ke-4
Penurunan konsumsi oksigen ini disebabkan karena kondisi tubuh benih ikan bandeng
yang semakin lemah akibatnya kurangnya energi sehingga aktivitasnya menjadi
lambat. Sedangkan Pada benih yang berumur 20 hari terlihat adanya penurunan
tingkat konsumsi oksigen secara terus menerus mulai dari hari ke-1 sampai ke-4.
Hal ini disebabkan karena rendahnya energi yang ada di dalam tubuhnya akibat
proses pelaparan. Jika dihubungkan dengan tingkat metabolisme dimana ikan kecil
memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi dari pada ikan yang besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar