Rabu, 03 Oktober 2012

RESPONS FISIOLOGI DAN LAJU PERTUMBUHAN JUVENIL IKAN BANDENG YANG DIBANTUT PADA UMUR BERBEDA


BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama dibudidayakan oleh petani tambak indonesia (Pirzan et al., 1989). Ikan ini juga merupakan jenis ikan ekonomis penting di sulawesi selatan karena terdapat digunakan sebagai sumber protein hewani yang relatif murah (Aslianti, 1995).
Di indonesia ada waktu tertentu dimana produksi bibit ikan bandeng sangat melimpah tetapi dari segi kualitas, kesehatan dan ukuran sangat bervariasi. Untuk itu perlu usaha penampungan bibit ikan tersebut yang sekaligus menjamin usaha budidayanya yang berkesinambungan melalui usaha pembantutan (sutting)sebelum dibudidayakan di tambak. (Bombeo- Tuburan, 1988).
       Dalam proses pembantutan tersebut terdapat sejumlah mekanisme fisiologis tubuh yang mengalami perubahan-perubahan pola tertentu diantaranya tingkat konsumsi oksigen. Adanya hubungan antara konsumsi oksigen dan berat badan ikan telah dilakukan pada larva Pagrus major (Oikawa et al., 1991), akan tetapi pada benih ikan bandeng yang dibantut hingga saat ini belum pernah dilakukan. Aplikasi penelitian ini berguna untuk menetapkan hingga umur berapa sebenarnya benih ikan bandenga itu efektif untuk di bantut sehubungan dengan pola konsumsi oksigennya.

B.  RUMUSAN MASALAH
1.1  Bagaimana cara proses pembantutan pada ikan bandeng?
1.2 Adakah hubungannya antara konsumsi oksigen dengan bobot badan ikan?
1.3 Bagaimana dalam peningkatan dan penuruanan oksigen?
C.    TUJUAN
1.1     Untuk mengetahui cara proses pembantutan pada ikan bandeng
1.2    Untuk mengetahui tentang hubungan antara konsumsi oksigen dengan bobot badan ikan bandeng
1.3    Untuk mengetahui bagimana cara dalam peningkatan dan penuruanan oksigen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan bandeng dikenal sebagai ikan petualang yang suka merantau. Ikan bandeng ini mempunyai bentuk tubuh langsing mirip terpedo, dengan moncong agak runcing, ekor bercabang dan sisiknya halus. Warnanya putih gemerlapan seperti perak pada tubuh bagian bawah dan agak gelap pada punggungnya (Mudjiman, 1998). Menurut Soeseno (1988) klasifikasi dari ikan bandeng adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub phylum : Craniata
Class : Teleostei
Sub class : Actinopterigi
Ordo : Malacopterigi
Sub ordo : Clupeidae
Family : Chanidae
Genus : Chanos Lacepede
Spesies : Chanos chanos
Ciri umum ikan bandeng adalah tubuh memanjang agak gepeng, mata tertutup lapisan lemak (adipase eyelid), pangkal sirip punggung dan dubur tertutup sisik, tipe sisik cycloid lunak, warna hitam kehijauan dan keperakan bagian sisi, terdapat sisik tambahan yang besar pada sirip dada dan sirip perut. Bandeng jantan memiliki ciri-ciri warna sisik tubuh cerah dan mengkilap keperakan serta memiliki dua lubang kecil di bagian anus yang tampak jelas pada jantan dewasa (Hadie, 2000).
2.2 Habitat Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan bandeng hidup di Samudra Hindia dan menyeberanginya sampai Samudra Pasifik, mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 - 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan kadangkala danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak (Anonim, 2009).
Penyebaran ikan bandeng ini yaitu meliputi seluruh perairan Indonesia utamanya di daerah Jawa dan Sulawesi Selatan serta beberapa perairan payau dan perairan tawar yaitu pada daerah Sumatera Barat, DKI dan DIY. Propinsi Jawa Timur Tahun 2000 tambak Jawa Timur tercatat seluas 53.423 ha atau 15% dari luas tambak di tanah air (Anonim, 2002).
2.3 Reproduksi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Setelah induk ikan bandeng telah matang gonad. Tahap selanjutnya yaitu pemijahan induk ikan bandeng. Pemijahan ikan bandeng secara alami terjadi didaerah pantai yang jernih dengan kedalaman 40-50 meter, dan ombak yang sedikit beriak karena sifat telurnya yang melayang (Ahmad, 1998).
Pemijahan bandeng berlangsung parsial, yaitu telur matang dikeluarkan sedangkan yang belum matang terus berkembang didalam tubuh untuk pemijahan berikutnya. Dalam setahun, 1 ekor induk bandeng dapat memijah lebih dari satu kali.. Jumlah telur yang dihasilkan dalam satu kali pemijahan berkisar antara 300.000-1.000.000 butir telur (Murtidjo, 1989).
Menurut Mudjiman (1983), pemijahan alami berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil yang tersebar disekitar gosong karang atau perairan yang jernih dan dangkal disekitar pulau pada bulan maret, mei, dan September sampai januari. Bandeng memijah pada tengah malam sampai menjelang pagi. Sedangkan pemijahan buatan dapat dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon yang diberikan dapat berbentuk cair atau padat. Hormone bentuk padat diberikan setiap bulan, sedangkan hormone bentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad. Induk bandeng akan memijah setelah 2– 15 kali implantasi tergantung pada tingkat kematangan gonad. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat 3 dapat dipercepat dengan menyuntikkan hormoneLHR H -a pada dosis 30– 50 mikro gram/kg berat tubuh atau dengan hormoneHC G pada dosis 5000-10.000 IU/kg berat tubuh (Murtidjo, 1989).
Indikator bandeng memijah adalah bandeng jantan dan bandeng betina berenang beriringan dengan posisi jantan dibelakang betina. Pemijahan lebih sering terjadi pada pasang rendah dan fase bulan seperempat. Menurut Ahmad (1998), dalam siklus hidupnya, bandeng berpindah dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya mulai dari laut sampai ke sungai dan bahkan danau. Hal ini disebabkan karena bandeng memiliki kisaran adaptasi yang tinggi terhadap salinitas.
2.5 Kualitas Air
a. Suhu
Salah satu indikator untuk mengetahui kualitas air adalah suhu. Suhu air sangat berkaitan erat dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut dalam air dan laju konsumsi oksigen hewan air. Suhu air optimal bagi ikan bandeng terletak antara 26 ºC – 33 ºC. Pada suhu 18º C – 25 ºC, ikan bandeng masih dapat bertahan hidup, tetapi nafsu makannya mulai menurun. Suhu air 12 ºC – 18 ºC mulai berbahaya bagi ikan, sedangkan pada suhu air di bawah 12 ºC ikan bandeng mati kedinginan (Ahmad, 1998).
b. Salinitas
Ikan bandeng mampu menyesuaikan diri terhadap salinitas air, sehingga dapat hidup di air tawar (salinitas antara 0 – 5 ppt) maupun air asin (salinitas > 30 ppt). Namun karena ikan bandeng dibudidayakan untuk tujuan komersial maka rentan salinitas optimal perlu dipertahankan. Pada rentan salinitas optimal (20 – 25 ppt), ganggang-ganggang dasar (klekap) yang menjadi makanan alami bagi ikan bandeng dapat tumbuh dengan baik, sehingga dapat mengurangi biaya pembelian pakan (Alie, 1988)
c. pH
Mutu air tambak juga harus alkalis (pH berkisar antara 7,5 – 8,7). pH merupakan indikator baik buruknya lingkungan air, sehingga angka pH ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang daya produksi potensial air itu akan mineral, yang menjadi pokok pangkal segala macam hasil perairan itu. Air yang agak basa misalnya, dapat lebih cepat mendorong proses pembongkaran bahan organik menjadi garam mineral, yang akan diserap sebagai bahan makanan oleh tumbuh-tumbuhan renik di dalam air, yang merupakan makanan alami bagi ikan bandeng. Sebaliknya bila air itu asam (pH air rendah), maka daya produksi potensialnya tidak begitu baik (Taufik, 1999).


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE
Pemeliharaan Hewan Uji
Ikan uji yng digunakan adalah benih ikan bandeng yang berumur 20, 30 dan 40 hari setelah menetas sebanyak 300 ekor di pelihara dalam akuarium dengan menggunakan air yang bersalinitas 39 ppt. Pakan yang digunakan pada penelitian ini ialah pakan coomfeed nomor LA 7K dengan kandungan prorein 16,94%, lemak 0,88% dan air 7,66%.

Prosedur Penelitian
Benih ikan bandeng umur 20, 30 dan 40 hari dipelihara sebanyak 100 ekor untuk setiap kelompok umur. Selanjutnya benih ikan bandeng mulai dibantut hingga berumur 25, 35 dan 45 hari. Pengukuran konsumsi oksigen dilakukan setiap hari sebanyak 3 kali ulangan dan pengukuran bobot badan basah dilakukan sekali sehari. Kemudian pada saat benih bandeng berumur 26, 36 dan 46 hari perlakuan pembantutan dihentikan dan benih bandeng mulai diberi pakan berumur 20, 30 dan 40 hari. Pengukuran konsumsi oksigen dilakukan setiap hari sebanyak 3 kali ulangan dan pengukuran bobot badan basah dilakukan sekali sehari. Untuk pengukuran kualitas air dilakukan satu kali sehari. Parameter yang di ukur adalah salinitas dengan menggunakan hard refraktometer, dengan menggunakan DO meter.


Konsumsi Oksigen dan bobot basah
Konsumsi oksigen di ukur setiap hari dengan metode tertutup (Kurokuraet al., 1995) sebagai berikut: mengisi bobot respirasi hingga penuh dan diusahan agar tidak timbul gelembung udara, kemudian secara perlahan-lahan dimasukan 5 ekor benih bandeng lalu botol ditutup rapat. Bagian pinggir botol respirasi diisolasi untuk mencega terjadinya difusi oksigen dari luar. Benih ikan bandeng kemudian diadaptasikan selama 10 menit. Air yang berasal dari botol respirasi ditampung dalam botol sampel untuk mengukur konsumsi oksigen akhir ikan. Konsumsi oksigen awal diperoleh dari pengukuran oksigen air yang menuju botol respirasi. Konsumsi oksigen tanpa benih (test blank) juga diukur sebagai kontrol penelitian setiap hari benih ikan bandeng di timbang dengan menggunakan timbangan elektrik untuk memperoleh data bobot badan basah ikan bandeng rata-rata. Data disajikan dalam µI O2 . mg bobot basah-1 jam -1 dan µI O2 . ikan-1  jam -1 . selain iti diadakan pengamatan tingkah laku selama penelitian.

Pengukuran Peubah
Laju konsumsi oksigen ditentukan berdasarkan jumlah konsumsi oksigen yang diukur pada awal dan akhir pengukuran, dihitung dengan menggunakan formula yang dikemukakan oleh Djawad et al,. (1996). Laju pertumbuhan bobot benih ikan bandeng dihitung dengan menggunakan rumus pertumbuhan harian spesifik yng dikemukakan oleh Zonneveld et al,. (1991). Sintasas benih ikan bandeng selama penelitian, dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Effendie (1979).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Oksigen
Berdasarkan pengamatan selama penelitian, konsumsi oksigen benih ikan bandeng yang dibantut pada semua kelompok umur sisajikan dalam bentuk grafik (Gambar 1,2 dan 3). Berdasarkan ketiga gambar tersebut di atas terlihat bahwa pada awal pelaparan hari 0 sampai hari ke-1 terjadi peningkatan konsumsi oksigen pada semua kelompok umur ikan yang diteliti. Hal ini kemungkinan di proses adaptasi lingkungan dari aquarium ke botol respirator sehingga menyebabkan aktivitas atau kecepatan renangnya juga meningkat. Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitiaan Schaeperculus (1933) dalam Hoar dan Randall (1969) yang melaporkan bahwa konsumsi oksigen ikan tench (Tinca tinca) mengalami peningkatan sebanyak 3 kali setelah dilakukan pemindahan dari tambak ke tangki.
Pada Tabel 1 memperlihatkan rata-rata tingkat konsumsi oksigen benih ikan bandeng yang dilaparkan sedangkan Tabel 2 merupakan rata-rata tingkat konsumsi oksigen pada awal pemberian pakan sampai akhir penelitian.
Tabel 1. Rata-rata Tingkat  Konsumsi Oksigen Benih Ikan Bandeng yang dilaparkan.
 
Umur (hari)
Konsumsi Oksigen (µL O2 /mg bobot basah /jam)
0
1
2
3
4
5
20
0,702
1, 179
1,556
1,786
1, 785
1,777
30
-
0,673
0,724
0,738
0,836
0,834
40
-
0,214
0,253
0,388
0,367
0,334

 
Tabel 2 rata-rata tingkat konsumsi oksigen benih ikan bandeng pada awal pemberian pakan sampai akhir penelitian.
Umur (hari)
Konsumsi Oksigen (µL O2 /mg bobot basah /jam)
0
1
2
3
4
5
20
0,702
1, 179
1,556
1,786
1, 785
1,777
30
-
0,673
0,724
0,738
0,836
0,834
40
-
0,214
0,253
0,388
0,367
0,334
            Dari tabel 1 terlihat bahwa pada hari ke-1 sampai ke-3 terjadi penurunan konsumsi oksigen pada benih ikan bandeng umur 30 dan 40 hari. Sedangkan pada benih umur 20 hari terjadi penurunan konsumsi oksigen sampai hari ke-4. Penurunan konsumsi oksigen ini disebabkan karena kondisi tubuh benih ikan bandeng yang semakin lemah akibatnya kurangnya energi sehingga aktivitasnya menjadi lambat. Hal yang sama terjadi pada borok trout yang mengalami penurunan konsumsi oksigen akibat berkurangnya energi pada tiga hari pertama dari pelaparan (Arthur dalam Hoar dan Randall 1969).
            Pada benih yang berumur 20 hari terlihat adanya penurunan tingkat konsumsi oksigen secara terus menerus mulai dari hari ke-1 sampai ke-4. Hal ini disebabkan karena rendahnya energi yang ada di dalam tubuhnya akibat proses pelaparan. Jika dihubungkan dengan tingkat metabolisme dimana ikan kecil memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi dari pada ikan yang besar. Sehingga kebutuhan enrgi pada ikan kecil lebih besar karena energi tersebut digunakan untuk pertumbuhan, ativitas dan pembentukan jaringan baru. Hal ini sejalan dengan pernyataan Fujaya (1999) bahwa pada keadaan cukup makan ikan akan mengkonsumsi makan hingga memenuhi kebutuhan energinya. Pengamatan diatas sesuai pula dengan penelitian pada ikan mas dengan bobot 12 gr, tingkat metaboliknya sebesar 24,48 kkal dalam 24 jam/kg dari berat badan, sedangkan pada ikan dengan bobot 600 gr. Hanya 7,79 kkal. (Schaeperculus 1933 dalam Hoar dan Randall, 1969).
            Masih dari tabel 1 terlihat bahwa pada benih berumur 30 hari dan 40 hari yang terjadi peningkatan konsumsi pada benih berumur 30 hari dan 40 hari yang disebabkan karena tingkah laku benih ikan yng mengalami stress. Kondisi ini dapat dimungkinkan karena tekanan fisiologi benih berat atau serius atau di bandingkan dengan kondisi ketika konsumsi oksigen mengangalami penurunan (Djawd et al., 1982). Hal ini dapat juga terjadi terjadi karena pada saat ikan dipuasakan akan terjadi penurunan karbohidrat dan lemak semakin rendah tetapi penggunaan oksigen menjadi lebih meningkat (Anonim 1999).
            Pada hari ke-5 terjadi penurunan konsumsi oksigen pada benih umur 30 dan 40 hari. Hal ini di mungkinkan karena tubuh ikan semakin lemah dan cadangan makanan sudah berkurang atau habis akibatnya menjadi kematian bagi ikan tersebut pada benih bandeng lebih dari 50%. Pada saat pelaparan ada masa dimana dalam tubuh terjadi proses glikogenogenesis yang merupakan proses pembentukan glikogen dan sebaliknya glikenolisis yang merupakan proses pemecahan glikogen menjadi bentuk glukosa dalam sel, sehingga glukosa ini dapat digunakan sebagai cadangan makanan yang menyebabkan konsumsi oksigen berflukturasi.
       Dari tabel 2 terlihat bahwa setelah dilakukan pemberian pakan pada ketiga kelompok umur benih, terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang sangat cepat diiringi dengan meningkatnya aktivitas (kecepatan renang) dari ikan. Hal ini sesuai dengn penyataan Davis (1953) dalam Hoar dan Randall (1969) yang telah melakukan penelitian terhadap kebutuhan oksigen ikan air tawar setelah diberi pakan. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa peningkatan kebutuhan oksigen dapat terjadi akibat faktor pemberian pakan, terkejut dan stree akibat perubahan lingkungan.
            Peningkatan konsumsi oksigen serta kecepatan renang secara terus menerus menyebabkan kelelahan dan menimbulkan oxygen debt (utang oksigen).
 Menurut Lockwood (1967) metabolisme makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju pemanfaatan oksigen terlarut. Organisme yang aktif makan atau dalam keadaan kenyang akan menggunakan oksigen terlarut yang lebih banyak dibandingkan dengan organisme yang lapar pada sepesies danu ukuran yang sama.
            Pada benih berumur 20 dan 40 hari pada hari ke-8 dan ke-9 terjadi penurunan konsumsi oksigen. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses oksigen debt akibat adanya peningkatan konsumsi oksigen pada awal pemberian pakan. Oksigenbedt menggunakan basal metabolisme (resting) dan adanya faktor adaptasi ikan terhadap pakan sehingga konsumsi oksigennya menjadi stabil kembali.
            Sementara itu pada benih yang berumur30 hari terjadi penurunana konsumsi oksigen pada hari ke-10. Hal initerjadi karena pada saat benih diberi pakan, peningkatan konsimsi oksigen tidak terlalu tinggi. Gambar prafik menurun pada setiap kelompok umur juga dimungkinkankarena bertambahnya bobot benih bandeng yang dibantut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fujaya (1999) bahwa parubahan dari berat badan menyebabkan perubahan tingkat konsumsi oksigennya sangat kecil. Jika total konsumsi oksigen meningkat akibat meningkatnya ukur, maka konsumsi  oksigen per unit berat badan akan menurun.
            Pada fase muda, jumlah O2 bb-1 jam-1 lebih besar pemakaiannya dibandingkat dengan organisme yang lebih tua. Tingginya rata-rata penggunaan oksigen pada organisme lebih muda ini sejalan  dengan temuan imai (1974) yang menyatakan bahwa laju konsumsi oksigen per unit berat spesimen adalah lebih tinggi pada organisme yang lebih kecil dan spesimen yang lebih aktif.



Laju Pertumbuhan Bobot Benih Bandeng
       Hasil perhitungan laju pertumbuhan Spesifik Harian (SGR) benih ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 3. Dari tabel tersebut terlihat bahwa SGRnya tidak memperlihatkan peningkatan yang berarti. Hal ini disebabkan selain karena kualitas pakan yang rendah juga diduga sebagai akibat dari hormon pertumbuhan dalam tubuh benih bandeng yang terbatas serta singkatannya waktu pembantutan.
            Hewan-hewan yang diberi pakan kembali setelah sebelumnya dilaparkan atau diberi pakan yang tidak cukup, secara perlahan-lahan akan mengalami peningkatan konsentrasi RNA didalam jaringan. Kapasitas sintesia protein akan pulih kembali sejalan dengan pemberian pakan yang cukup menghasilkan peningkatan aktivitas, sintesa protein, pertumbuhan dan efisiensi konversi pakan (Jobling, 1994).

 
Tabel 3. Laju Pertumbuhan Spesifikasi Harian Benih Ikan Bandeng yang Dibantut
Umur
Pertumbuhan Spesifikasi Harian
20 hari
0,03% hari
30 hari
0,04% hari
40 hari
0,05% hari
            Hal ini sesuai dengan Hoar dan Randall (1979) bahwa jika ikan dibatasi pakannya maka berat badannya menjadi berkurang dan setelah masa pelaparan selesai , pertambahan beratnya akan berlangsung dengan cepat. Sebai contoh dapat dilihat pada penelitian yang telah dilakuakan oleh Bombeo-Tuburan (1988) tentang The Effect of Stunting of Milk Fish yang mengalami kesimpulan bahwa ikan bandeng yang dibantut mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan bandeng yang tidak mengalami pembantutan. Penelitian yang mengemukakan lambatnya pertumbuhan bobot sebagai akibat dari hormon pertumbuhan yang terbatas juga terjadi pada penelitian pembantutan udang windu (Penaus monondon Fab) (Mengampa et al., 1990).





BAB V
KESIMPULAN

Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama dibudidayakan oleh petani tambak indonesia (Pirzan et al., 1989). Ikan ini juga merupakan jenis ikan ekonomis penting di sulawesi selatan karena terdapat digunakan sebagai sumber protein hewani yang relatif murah (Aslianti, 1995).
Berdasarkan ketiga gambar tersebut di atas terlihat bahwa pada awal pelaparan hari 0 sampai hari ke-1 terjadi peningkatan konsumsi oksigen pada semua kelompok umur ikan yang diteliti. Hal ini kemungkinan di proses adaptasi lingkungan dari aquarium ke botol respirator sehingga menyebabkan aktivitas atau kecepatan renangnya juga meningkat.
Pada benih umur 20 hari terjadi penurunan konsumsi oksigen sampai hari ke-4 Penurunan konsumsi oksigen ini disebabkan karena kondisi tubuh benih ikan bandeng yang semakin lemah akibatnya kurangnya energi sehingga aktivitasnya menjadi lambat. Sedangkan Pada benih yang berumur 20 hari terlihat adanya penurunan tingkat konsumsi oksigen secara terus menerus mulai dari hari ke-1 sampai ke-4. Hal ini disebabkan karena rendahnya energi yang ada di dalam tubuhnya akibat proses pelaparan. Jika dihubungkan dengan tingkat metabolisme dimana ikan kecil memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi dari pada ikan yang besar.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar